Comment On Book: Inferno (Dan Brown)

Saya baru saja beberapa saat yang lalu selesai membaca Inferno karya Dan Brown. masih ada 5 buku Dan Brown yang belum terbaca.

Saya masih ingin memuji Dan Brown, terus terang saja memang perasaan saya juga otak/logika saya (ini yang paling penting) diobok obok dengan cukup baik oleh buku ini.

Sepertinya Dan Brown adalah orang yang memiliki pemahaman tentang sejarah agama yang cukup netral. Terutama tentang Katolik. Sudah dua buku Dan Brown yang saya baca, dan plotnya masih didominasi oleh Vatikan.

Membaca buku ini seperti sedang berada di Italia, liburan di sana, dan bukan hanya karena ingin memuji arsitektural gereja dan gedung gedung di sana, tetapi juga bertualang di dalamnya.

Status facebook saya tentang peta neraka juga saya kutip dari buku Inferno ini, bahwa Peta Neraka yang digambarkan Dante dalam Divine Comedy membuat girang pihak agamawan, karena masyarakat yang melihat gambaran neraka oleh Dante menjadi lebih taku sehingga menjadi merasa perlu lebih dekat dengan Tuhan, semakin sering ke gereja. Tidak ada yang lebih membahagiakan pihak Agamawan selain yang seperti ini.

Beberapa gambaran neraka Dante pun bahkan sekarang juga diadopsi oleh Islam dalam buku buku tentang neraka untuk anak anak.

Dan Brown memang terkenal dengan caranya menuliskan 'fakta nyata' dan mengolahnya menjadi petualangan yang imajinatif tetapi bisa saja terjadi.

Petualangan terakhir di buku ini bertempat di Turki. Betapa Dan Brown memang piawai menggambarkan peperangan (karena agama) sebagai cerita sejarah yang tidak patut menjadi alasan dendam, tetapi sebagai peninggalan masa lalu yang hanya perlu dimuseumkan, tanpa perlu diulangi lagi.


Saya juga menangis sejadinya, seolah bisa merasakan perasaan Sienna Brooks, seorang perempuan muda berIQ tinggi yang selalu merasa kesepian, karena belum seorang pun bisa memahami pemahamannya, belum, sampai dia menemukan cinta pertama/cinta sejatinya, seorang ilmuwan cerdas dan kaya (juga tampan dan bermata hijau), Bertrand Zobrist.

Benar, hampir setiap orang cerdas di muka bumi ini, mulai dari Einstein, Mark S (CEO facebook), Bill Gates, Faraday, dan banyak ilmuwan ilmuwan lainnya yang tidak saya ingat dan tidak saya kenal, menempatkan BERBUAT DEMI KEMASLAHATAN semua makhluk sebagai prioritas.

Pemahaman Zobrist tentang mengatasi over populasi manusia telah disalahartikan sebagai konsep membahayakan umat manusia, padahal malah sebaliknya, sebenarnya, merupakan solusi yang dicari cari oleh berbagai badan kesehatan internasional/negara maju.

Sikap angkuh Elizabeth Sinskey (direktur  WHO di film ini), yang tidak hendak mendengarkan, yang menyebabkan orang cerdas seperti Zobrist, bunuh diri. Saya jadi teringat bagaimana Galileo meninggal karena teori benar dan terbukti miliknya tidak sejalan dengan teori fanatik para agamawan di masanya. Saya selalu menyayangkan kejadian kejadian yang seperti ini.

Saya benar benar ingin mengatakan banyak pandangan saya tentang buku ini.

Juga tidak lupa bahwa di sebalik kejadian, selalu ada versi lain yang bisa disisip menjadi seolah kenyataan.

Dan Brown adalah orang yang sangat cerdas mengolah kenyataan menjadi ternyata bukan kenyataan yang sebenarnya. houfth, membaca buku ini membuat saya sadar untuk akan lebih MENDENGARKAN, tidak serta merta langsung melangkah pergi ketika perdebatan tidak sesuai keinginan saya (seperti yang dilakukan Elizabeth Sinskey), mengajar saya untuk TIDAK SERTA MERTA MENGHUKUMI sesuatu.


Oh ya, ada satu opini di dalam buku ini yang menyentil otak saya, bahwa tanpa harus dikhawatirkan pun, bumi/alam akan mengatasi overpopulasi dengan sendirinya, wabah, penyakit, virus virus baru yg tetiba  bermunculan, perang, muncul sebagai reaksi dari alam untuk mengatasi overpopulasi dengan sendirinya.


Salute untuk Dan Brown. Saya harus nonton film Inferno yang akan dirilis 2016 nanti.

Postingan Populer